Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi (dari kanan ke kiri): Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Dewan Penasehat Dekopin Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum Dekopin Nurdin Halid, dan Ketua Majelis Pakar Dekopin Idris Laena, membuka acara Rapat Pimpinan Nasional Dewan Koperasi Indonesia (Rapimnas Dekopin) tahun 2021 di Jakarta. (Foto: Dok. Istimewa)
JAKARTA – Di tengah krisis pangan, energi, dan inflasi saat ini, Gerakan Koperasi Indonesia menggugat Negara dan Pemerintah karena telah mengkianati Konstitusi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945. Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi yang tak berujung selama 77 tahun Indonesia merdeka karena sistem perekonomian nasional didominasi oleh sistem kapitalisme, bukan sistem koperasi seperti diamanatkan Konstitusi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid dalam pidato berjudul ‘Meluruskan Sejarah: Gerakan Koperasi Indonesia Menggugat’ dalam rangka peringatan Hari Koperasi 12 Juli 2022.
Nurdin menyebut, judul pidatonya terinspirasi judul pledoi Bung Karno ‘INDONESIA MENGGUGAT’ tahun 1930 di depan hakim kolonial Belanda di penjara Sukamiskin, Bandung. Dalam pledoinya, Bung Karno menggugat sistem kapitalisme sebagai biang dari imperialisme-kolonialisme. Bahwa penderitaan rakyat Indonesia selama 350 tahun disebabkan oleh kapitalisme yang mendorong lahirnya imperialisme dan kolonialisme.
“Hari ini, di Hari Keramat 12 Juli 2022, lewat pidato berjudul ‘GERAKAN KOPERASI INDONESIA MENGGUGAT’, saya selaku Ketua Umum Dekopin menggugat Negara dan Pemerintah. Saya mewakili Gerakan Koperasi Indonesia menggugat Negara dan Pemerintah untuk meluruskan sejarah demi Indonesia hari ini dan masa depan,” demikian Nurdin Halid.
Nurdin Halid menyebut dua warisan sejarah yang harus dirawat dan diluruskan. Pertama, tentang perintah Konstitusi bahwa ‘Perekonimian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan’. Dan, ‘Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.”
“Seperti halnya Dasar Negara Pancasila, Konstitusi Pasal 33 UUD 1945 adalah hasil kesepakatan para Bapak Bangsa yang diwariskan untuk dipatuhi generasi penerus hingga generasi kita hari ini dan generasi-generasi mendatang,” kata Nurdin.
Kedua, tentang keputusan para tokoh koperasi Indonesia dalam Kongres Koperasi I 11-14 Juli 1947 yang menetapkan Hari Koperasi tanggal 12 Juli dan pembentukan Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal gerakan koperasi NKRI. Nurdin Halid menegaskan, dua keputusan bersejarah di Tasikmalaya itu adalah hasil kesepakatan 500 tokoh koperasi yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
“Kesepakatan itu disaksikan dan direstui oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai representasi Negara. Jadi, dua keputusan Kongres Koperasi I Tasikmalaya itu menjadi patokan dasar dan arah pergerakan organisasi koperasi Indonesia,” ujar Nurdin.
Untuk meluruskan dua warisan sejarah itu, Nurdin Halid menguraikan 10 tuntutan Gerakan Koperasi Indonesia kepada Negara dan Pemerintah.
Terkait Pasal 33 UUD 1945
Pertama, kembalikan Pasal 33 Ayat 1 yang asli dengan memasukkan Kata KOPERASI ke dalam Batang Tubuh Pasal 33. Kalimat Penjelasan ‘Bangun usaha koperasi yang sesuai dengan itu ialah KOPERASI’ tidak dapat DIPISAHKAN dari bunyi Ayat (1): ‘Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.’
“Gerakan Koperasi Indonesia menegaskan bahwa penghapusan ‘Penjelasan Pasal 33 Ayat 1’ lewat Amandemen adalah pangkal dari ketidakjelasan arah pembangunan koperasi di negeri ini,” kata Nurdin Halid.
Kedua, Pemerintah dan DPR segera menyusun dan menerbitkan UU Sistem Perekonomian Nasional sebagai penjabaran Pasal 33 UUD 1945. Ketiadaan UU Sistem Perekonomian Nasional telah menyebabkan puluhan UU sektoral tumpang-tindih.
“Upaya Negara (Pemerintah dan DPR) menerbitkan UU Omnibus Law hanya bersifat ‘pemadam kebakaran’ atas ketumpang-tindihan berbagai UU itu dan samasekali tidak menyentuh substansi dari amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Nurdin.
Ketiga, DPR segera mengesahkan RUU Koperasi yang baru sebagai payung hukum yang memadai dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan koperasi Indonesia modern. “UU Nomor 25 Tahun 1992 sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan kemajuan dan karena itu RUU yang sudah dibahas oleh DPR dan Pemerintah akhir tahun 2019 agar segera disahkan,” katanya.
Keempat, pembinaan terhadap koperasi oleh negara (Pemerintah dan DPR) selama ini bersifat ‘setengah hati’. Beberapa fakta berikut menjadi indikasi.
- Kementerian Koperasi bukan lagi lembaga teknis yang bisa mengeksekusi kebijakan dan program sehingga tidak memiliki ‘kaki’ hingga ke level kabupaten/kota.
- Anggaran Kemenkop tak sampai Rp 1 triliun untuk usaha rakyat karena uang negara untuk pemberdayaan UMKM tersebar di 17 kementerian dan lembaga. Idealnya, dana APBN untuk peningkatan usaha-usaha rakyat di akar rumput diatur dan dikendalikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
- Perhatian negara terhadap BUMN (Pasal 33 Ayat 2) sangat besar. Misalnya, kalau BUMN mendapat dana Penyertaan Modal Negara (PMN), mengapa Koperasi (Pasal 33 Ayat 1) tidak? Padahal, keduanya yaitu BUMN/BUMD/BUMDes dan Koperasi sama-sama merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945.
- Lembaga Penjamin Simpanan Khusus untuk koperasi tidak ada. Ini ada apa? Parahnya lagi, pengawasan terhadap koperasi oleh kementerian Koperasi juga lemah. Fakta hari-hari ini menunjukkan, tak sedikit koperasi mengalami gagal bayar uang anggota dan bangkrut.
Kelima, perekonomian nasional berbasis Ekonomi Rakyat (Ekonomi Kerakyatan) harus dikonsolidasikan secara sistematis, struktural, dan massif lintas sektor dengan MELIBATKAN GERAKAN KOPERASI.
“Sebab, Gerakan Koperasi Indonesia meyakini, masalah kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi selama 77 tahun Indonesia Merdeka disebabkan karena pengkianatan Negara dan Pemerintah terhadap Pasal 33 UUD 1945,” Nurdin Halid menandaskan.
Terkait Lembaga Gerakan Koperasi
Untuk melindungi nilai dan prinsip-prinsip Koperasi serta menjaga kedaulatan, dan otonomi Gerakan Koperasi, maka Gerakan Koperasi Indonesia mendesak:
Pertama, Pemerintah Pusat dan Daerah harus melibatkan Dekopin/wil/da sebagai lembaga gerakan dalam penyusunan regulasi, kebijakan, dan program strategis bagi kemajuan koperasi di Tanah Air.
Kedua, Pemerintah didukung oleh DPR RI harus melibatkan gerakan koperasi dalam rangka mengatasi krisis pangan dan krisis energi yang hari-hari ini melanda dunia dan Indonesia akibat perang dan perubahan iklim ekstrim yang dipicu pemanasan global.
“Di negeri agraris dan maritim yang sangat luas ini, KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERSIH (bioful, biomassa, mikrohidro, energi matahari) hanya bisa terjadi jika petani, peternak, petambak, dan nelayan dikonsolidasikan dan digerakkan dalam wadah koperasi karena koperasi bisa bergerak dari hulu hingga hilir,” kata Nurdin.
Ketiga, Pemerintah segera mengesahkan Anggaran Dasar Dekopin Hasil Munas 2019 di Makassar. Ketidaktegasan Pemerintah mengeksekusi keputusan Munas Makassar yang diperkuat oleh putusan Pengadilan Negeri Makassar yang berkekuatan hukum tetap menjadi sumber kekacauan organisasi Dekopin yang berdampak pada konsolidasi ratusan ribu koperasi di Tanah Air.
“Ironisnya lagi, Pemerintah sebagai regulator, hari-hari ini memposisikan diri sebagai Lembaga Gerakan seperti tergambar pada surat edaran Kementerian Koperasi dan UKM tentang Peringatan Hari Koperasi 12 Juli. Padahal, peringatan dan perayaan Hari Koperasi jelas-jelas hajatan Gerakan Koperasi Indonesia,” jelas Nurdin.
Keempat, Pemerintah harus harus SEGERA MEMBERSIHKAN Gerakan koperasi Indonesia dari intervensi kekuasaan maupun kepentingan kelompok dan partai politik tertentu. Sikap diam Pemerintah, apalagi memfasilitasi kelompok lain dari luar Gerakan Koperasi, berarti Pemerintah telah melanggar UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992.
“Selama Pemerintah bersikap diam, maka selama itu pula masalah Dekopin tak akan pernah berakhir. Lebih dari itu, Pemerintah telah melecehkan Konstitusi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan ‘sistem perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan,’ ujar Nurdin.
Kelima, terkait kekisruhan Organisasi Dekopin yang sudah berjalan 3 tahun, Gerakan Koperasi Indonesia mendesak Negara dan Pemerintah, terutama:
- Lembaga penegak hukum untuk tidak sekali-kali mau diintervensi oleh lembaga kekuasaan maupun kepentingan apa pun dari luar dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan pembuatan putusan terkait kekisruhan Organisasi Dekopin.
- Lembaga DPR agar tidak dijadikan alat oleh kekuasaan maupun partai politik untuk melegitimasi dan mengkampanyekan oknum dan kelompok tertentu yang mengatas-namakan Dekopin; seperti yang ditunjukkan oleh Komisi XI DPR RI dan Kemenkop yang menghadirkan oknum yang memproklamirkan diri sebagai Ketua Umum Dekopin dalam Rapat Komisi XI DPR RI.
- Pemerintah agar berani dan tegas menjalankan putusan Pengadilan Negeri Makassar yang berkekuatan hukum tetap tentang pelaksanaan dan hasil-hasil keputusan Munas Dekopin 2019 Makassar. Mengikuti putusan PTUN tentang PENDAPAT HUKUM Dirjen Kemenkumham, lalu meminta fatwa MA adalah tindakan yang nyata-nyata mau melindungi oknum dan kelompok yang merusak kemurnian nilai, prinsip, sistem kerja, dan kedaulatan Gerakan Koperasi Indonesia.
“Di tengah krisis pangan, krisis energi, ancaman inflasi akibat harga-harga kebutuhan pokok naik, RAKYAT BANGSA ini membutuhkan peran optimal organisasi ekonomi rakyat bernama KOPERASI. Karena itu, sesuai amanat Konstitusi, Negara dan Pemerintah WAJIB membina, menuntun, dan memberdayakan 150.000-an koperasi untuk menyelamatkan kehidupan rakyat ‘banyak’ dan menyelamatkan Perekonomian Negara ini. Bukan sebaliknya!” tegas Nurdin Halid.
Nurdin Halid menambahkan, ketakberdayaan Negara dan sikap DIAM Pemerintah terhadap kekuatan dan kepentingan kelompok tertentu yang mengacaukan kerja-kerja Gerakan Koperasi adalah pengkianatan terhadap RAKYAT, Konstitusi UUD 1945, dan Dasar Negara Pancasila.
“Saya tegaskan di sini, Gerakan Koperasi Indonesia tak akan DIAM dan TERUS BERJUANG. Hal ini merupakan panggilan sekaligus kewajiban konstitusional untuk meluruskan sejarah dan mengawal kemurnian nilai, prinsip, dan cita-cita perjuangan Gerakan Koperasi Indonesia menghadirkan ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’ – melalui KOPERASI,” pungkas Nurdin Halid.
SELAMAT HARI KOPERASI ke-75
Editor: Yosef Tor Tulis
- Simak pidato lengkapnya berikut —
************
PIDATO HARI KOPERASI 12 JULI 2022
MELURUSKAN SEJARAH, GERAKAN KOPERASI INDONESIA MENGGUGAT!
______________________________________________________________
Bapak/Ibu, Saudara/I se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hari ini, 75 tahun silam, tepatnya 12 Juli 1947, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan para tokoh koperasi Indonesia menetapkan 12 Juli sebagai Hari Koperasi. Kedatangan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden ke Kongres Koperasi I, 11 – 14 Juli di Tasikmalaya dalam situasi Perang Kemerdekaan membawa MISI MULIA yaitu melaksanakan amanat Konstitusi Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945.
Karena bertujuan untuk mewujudkan perintah Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, kehadiran Bung Hatta di Tasikmalaya tentu sepengetahuan dan seiizin Presiden Soekarno. Mengapa? Karena Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta adalah pemandu arah, pelopor, dan penggerak sistem ekonomi koperasi sebagai antitesa terhadap sistem ekonomi kapitalisme yang ditentang habis-habisan oleh para tokoh nasional sejak era Pergerakan Nasional.
Bung Karno menentang keras imperialisme dan kolonialisme di dunia, termasuk di Indonesia selama beratus-ratus tahun, yang digerakkan oleh kapitalisme. Penderitaan rakyat Indonesia yang dijajah ratusan tahun demikian kuat menyelimuti para Bapak Bangsa dalam Sidang-Sidang BPUPKI maupun PPKI sehingga lahirlah VISI BESAR INDONESIA MERDEKA, yaitu: MERDEKA, BERSATU, BERDAULAT, ADIL, DAN MAKMUR yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama. Frasa ‘ADIL’ dan ‘MAKMUR’ kemudian ditegaskan dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945:
Pertama, ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’ dalam Sila V Pancasila
Kedua, ‘Memajukan Kesejahteraan Umum’ dalam Pembukaan UUD 1945
Bak gayung bersambut, visi, spirit, cita-cita Bung Karno Bung Hatta ‘difasilitasi’ oleh Bung Hatta berupa sistem koperasi. Bung Karno dan para Bapak Bangsa lainnya pun sepakat dengan bunyi Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1):
“Perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasarkan asas kekeluargaan’, diikuti penjelasan yang tegas bahwa ‘Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah KOPERASI.’
Jadi, perjalanan Bung Hatta ke Tasikmalaya 2 tahun setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 membawa MISI NEGARA, yaitu menyiapkan pelaksanaan sistem ekonomi koperasi yang diperintahkan Konstitusi dengan melibatkan Gerakan koperasi. Bung Hatta jauh-jauh dating di masa Perang Kemerdekaan untuk berkumpul Bersama 500 tokoh Gerakan koperasi dari berbagai daerah di Tasikmalaya BUKAN SEKADAR pemikir dan pejuang koperasi, tetapi lebih sebagai REPRESENTASI negara.
Kongres Koperasi I pada 11-14 Juli 1947 itu menghasilakan dua keputusan bernilai sejarah penting: pertama, lahirnya Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal Gerakan koperasi NKRI. Kedua, tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai HARI KOPERASI.
Kita bersyukur karena WARISAN ‘Konstitusional’ Pasal 33 Ayat 1 dan PERISTIWA bersejarah di Tasikmalaya 75 tahun silam itu terus dirawat dan dikembangkan di era Presiden Soeharto. Bukan Hanya berupa UU Koperasi dan berbagai peraturan turunannya, Tetapi juga mewujud dalam Kebijakan Khusus dan program-program nyata Pemerintah untuk mengembangkan sistem ekonomi koperasi. Tak heran kalau Kementerian Koperasi di era Orde Lama begitu kuat dan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya di pedesaan. Bukan Hanya KUD, Tetapi banyak koperasi mengambil peran nyata bagi kehidupan masyarakat luas.
Namun warisan luhur para Bapak bangsa kemudian meluntur sejak Era Reformasi. Bagi Gerakan koperasi, Era Reformasi justru semakin tak terarah. Dibiarkan bertumbuh dan berkembang ‘tanpa perlindungan’ dan ‘perlakuan khusus’ di tengah pasar bebas yang dimotori oleh kapitalisme global.
Padahal, hasil riset Organisasi Koperasi Dunia (ICA) tentang pertumbuhan koperasi di dunia, disimpulkan bahwa di negara-negara berkembang, intervensi pemerintah terhadap perkembangan koperasi sangat diperlukan sebelum koperasi masuk ke tahap kemandirian. Intervensi dimaksud terkait Regulasi dan Kebijakan, bukan masuk ke nilai, prinsip, dan sistem kerja koperasi.
Dengan segala kekurangan yang ada, Regulasi dan Kebijakan Pemerintah Orde Koperasi sudah cukup baik, terutama memakai sistem koperasi (KUD-Puskud-INKUD) untuk swasembada beras dan beberapa kebutuhan pokok rakyat. Pertumbuhan Jumlah koperasi hingga ratusan ribu – bahkan sempat mencapai 200 ribu unit beberapa tahun lalu – sejak awal Era Reformasi adalah buah dari persepsi masyarakat Indonesia terhadap KOPERASI sebagai Organisasi Ekonomi Rakyat.
Sayang bahwa kesukaan masyarakat terhadap koperasi tidak diikuti Regulasi dan Kebijakan yang kuat berpihak pada koperasi. Perhatian Pemerintah justru lebih kepada UMKM, padahal banyak UMKM adalah anggota koperasi. Mengapa program Pemerintah tidak memakai koperasi Seperti dulu Pemerintah memakai KUD? Program brilian penyaluran Dana KUR justru melibatkan Lembaga perbankan, dan Cuma dua koperasi yang dilibatkan.
Ketika dunia, termasuk Indonesia, kini dilanda ancaman krisis pangan, mengapa Pemerintah tidak mengkonsolidasi petani, peternak, petambak, dan nelayan melalui koperasi-koperasi? Tentu koperasi yang digerakkan dan diawasi ketat oleh Pemerintah yang memiliki sumber daya yang besar dan tersebar di se-antero Nusantara?
Saudara-saudari se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Dari paparan di atas, maka PIDATO pada HARI KOPERASI 12 JULI 2022 ini saya beri judul ‘GERAKAN KOPERASI MENGGUGAT’ karena terinspirasi judul pledoi Bung Karno ‘INDONESIA MENGGUGAT’ tahun 1930 di depan hakim kolonial Belanda di penjara Sukamiskin, Bandung. Bung Karno bersama dua tokoh PNI lainnya dituduh oleh Pemerintah kolonial Belanda telah menghasut rakyat.
Benang merahnya begini: Bung Karno dalam pledoinya menggugat sistem kapitalisme sebagai biang dari imperialisme-kolonialisme. Bahwa penderitaan rakyat Indonesia selama 350 tahun disebabkan oleh kapitalisme yang mendorong lahirnya imperialisme dan kolonialisme.
Hari ini, di HARI KERAMAT 12 Juli 2022, lewat pidato berjudul ‘GERAKAN KOPERASI MENGGUGAT’, saya selaku Ketua Umum Dekopin menggugat NEGARA dan PEMERINTAH. Saya mewakili Gerakan koperasi menggugat Negara dan Pemerintah untuk MELURUSKAN SEJARAH! Sejarah tentang APA yang DILURUSKAN?
Warisan Sejarah Pertama, tentang perintah Konstitusi bahwa ‘Perekonimian disusun sebagai USAHA BERSAMA berdasarkan ASAS KEKELUARGAAN’. Dan, ‘Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah KOPERASI.” Seperti halnya Dasar Negara Pancasila, Konstitusi Pasal 33 UUD 1945 adalah KESEPAKATAN dan KEPUTUSAN para Bapak Bangsa untuk diwariskan dan dipatuhi generasi penerus hingga generasi kita hari ini.
Warisan Sejarah Kedua, Keputusan para tokoh koperasi Indonesia dalam Kongres Koperasi I 11-14 Juli 1947 yang menetapkan Hari Koperasi tanggal 12 Juli dan pembentukan Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal Gerakan koperasi NKRI. Dua keputusan bersejarah di Tasikmalaya itu adalah KESEPAKATAN para tokoh koperasi NKRI yang disaksikan dan direstui oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai representasi NEGARA.
Untuk MELURUSKAN DUA WARISAN SEJARAH itu, saya selaku Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia menyatakan 10 poin penting.
Pertama, terkait Pasal 33 UUD 1945
- Kembalikan Pasal 33 Ayat 1 yang asli dengan memasukkan KATA KOPERASI ke dalam Batang Tubuh/Pasal 33. Kalimat Penjelasan ‘Bangun usaha koperasi yang sesuai dengan itu ialah KOPERASI’ tidak dapat DIPISAHKAN dari bunyi Ayat (1): ‘Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.” Gerakan Koperasi Indonesia menegaskan bahwa penghapusan ‘Penjelasan Pasal 33 Ayat 1’ lewat Amandemen adalah pangkal dari ketidakjelasan arah pembangunan koperasi di negeri ini.
- Pemerintah dan DPR segera menyusun dan menerbitkan UU Sistem Perekonomian Nasional sebagai penjabaran Pasal 33 UUD 1945. Ketiadaan UU Sistem Perekonomian Nasional telah menyebabkan puluhan UU sektoral tumpang-tindih. Upaya Negara (Pemerintah dan DPR) menerbitkan UU Omnibus Law Hanya bersifat ‘pemadam kebakaran’ atas ketumpang-tindihan itu dan samasekali tidak menyentuh substansi dari amanat Pasal 33 UUD 1945.
- Segera mengesahkan RUU Koperasi yang baru sebagai payung hukum yang memadai dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam rangka pembangunan koperasi Indonesia modern. UU Nomor 25 Tahun 1992 sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan kemajuan dan karena itu RUU yang sudah dibahas oleh DPR dan Pemerintah akhir tahun 2019 agar segera disahkan.
- Pembinaan terhadap koperasi oleh negara (Pemerintah dan DPR) selama ini bersifat ‘setengah hati’. Beberapa fakta berikut menjadi indikasi.
- Kementerian Koperasi bukan lagi lembaga teknis yang bisa mengeksekusi Kebijakan dan program sehingga tidak memiliki kaki hingga ke level kabupaten/kota.
- Anggaran Kemenkop tak sampai Rp 1 triliun untuk usaha rakyat (UMKM) karena uang negara tersebar di 17 kementerian dan lembaga. Idealnya, dana APBN untuk peningkatan usaha-usaha rakyat di akar rumput diatur dan dikendalikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
- Perhatian negara terhadap BUMN (Pasal 33 Ayat 2) sangat besar. Misalnya, kalau BUMN mendapat dana Penyertaan Modal Negara (PMN), mengapa KOPERASI (Pasal 33 Ayat 1) TIDAK? Padahal, keduanya yaitu BUMN/BUMD/BUMDes dan KOPERASI sama-sama merupakan AMANAT Pasal 33 UUD 1945.
- Lembaga Penjamin Simpanan Khusus untuk koperasi tidak ada. Ini ada apa? Fakta hari-hari ini, sejumlah koperasi mengalami gagal bayar uang anggota dan bangkrut.
- Perekonomian nasional berbasis Ekonomi Rakyat (Ekonomi Kerakyatan) harus dikonsolidasikan secara sistematis, structural, dan massif lintas sector dengan MELIBATKAN GERAKAN KOPERASI. Sebab, Gerakan Koperasi Indonesia meyakini, masalah kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi selama 77 tahun Indonesia Merdeka disebabkan karena pengkianatan Negara dan Pemerintah terhadap Pasal 33 UUD 1945.
Kedua, terkait GERAKAN KOPERASI
Untuk melindungi nilai dan prinsip-prinsip Koperasi serta menjaga kedaulatan, dan otonomi Gerakan Koperasi, maka Gerakan Koperasi Indonesia mendesak:
- Pemerintah Pusat dan Daerah harus melibatkan Dekopin/wil/da sebagai lembaga gerakan dalam penyusunan regulasi, kebijakan, dan program strategis bagi kemajuan koperasi di Tanah Air.
- Pemerintah didukung oleh DPR RI harus melibatkan gerakan koperasi dalam rangka mengatasi krisis pangan dan krisis energi yang hari-hari ini melanda dunia dan Indonesia akibat perang dan perubahan iklim ekstrim yang dipicu pemanasan global. Di negeri agraris dan maritim yang sangat luas ini, KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERSIH (bioful, biomassa, mikrohidro, energi matahari) hanya bisa terjadi jika petani, peternak, petambak, dan nelayan dikonsolidasikan dan digerakkan dalam wadah koperasi karena koperasi bisa bergerak dari hulu hingga hilir.
- Pemerintah segera mengesahkan Anggaran Dasar Dekopin Hasil Munas 2019 di Makassar. Ketidaktegasan Pemerintah mengeksekusi keputusan Munas Makassar yang diperkuat oleh putusan Pengadilan Negeri Makassar yang berkekuatan hukum tetap menjadi sumber kekacauan organisasi Dekopin yang berdampak pada konsolidasi ratusan ribu koperasi di Tanah Air. Ironisnya lagi, Pemerintah sebagai regulator, hari-hari ini memposisikan diri sebagai Lembaga Gerakan seperti tergambar pada surat edaran Kementerian Koperasi dan UKM tentang Peringatan Hari Koperasi 12 Juli. Padahal, peringatan dan perayaan Hari Koperasi jelas-jelas hajatan Gerakan Koperasi Indonesia. Sesuai amanat Konstitusi dan UU Koperasi, posisi Pemerintah ialah memberikan dukungan.
- Pemerintah harus harus SEGERA MEMBERSIHKAN Gerakan koperasi Indonesia dari intervensi kekuasaan maupun kepentingan kelompok dan partai politik tertentu. Sikap DIAM Pemerintah, apalagi memfasilitasi kelompok lain dari luar Gerakan Koperasi, berarti Pemerintah telah melanggar UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Selama Pemerintah bersikap DIAM, maka selama itu pula masalah Dekopin tak akan pernah berakhir. Lebih dari itu, Pemerintah telah melecehkan Konstitusi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan ‘sistem perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.’
- Terkait kekisruhan Organisasi Dekopin yang sudah berjalan 3 tahun, Gerakan koperasi mendesak Negara dan Pemerintah, terutama:
- Lembaga penegak hukum untuk tidak sekali-kali mau diintervensi oleh lembaga kekuasaan maupun kepentingan apa pun dari luar dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan pembuatan putusan terkait kekisruhan Organisasi Dekopin.
- Lembaga DPR agar tidak dijadikan alat oleh kekuasaan maupun partai politik untuk melegitimasi dan mengkampanyekan oknum dan kelompok tertentu yang mengatas-namakan Dekopin; seperti yang ditunjukkan oleh Komisi XI DPR RI dan Kemenkop yang menghadirkan oknum yang memproklamirkan diri sebagai Ketua Umum Dekopin dalam Rapat Komisi XI DPR RI.
- Pemerintah agar berani dan tegas menjalankan putusan Pengadilan Negeri Makassar yang berkekuatan hukum tetap tentang pelaksanaan dan hasil-hasil keputusan Munas Dekopin 2019 Makassar. Mengikuti putusan PTUN tentang PENDAPAT HUKUM Dirjen Kemenkumham, lalu meminta fatwa MA adalah tindakan yang nyata-nyata mau melindungi oknum dan kelompok yang merusak kemurnian nilai, prinsip, sistem kerja, dan kedaulatan Gerakan Koperasi Indonesia.
Di tengah krisis pangan, krisis energi, ancaman inflasi akibat harga-harga kebutuhan pokok naik, RAKYAT BANGSA ini membutuhkan peran optimal organisasi ekonomi rakyat bernama KOPERASI. Karena itu, sesuai amanat KONSTITUSI, Negara dan Pemerintah WAJIB membina, menuntun, dan memberdayakan 150.000-an koperasi untuk menyelamatkan kehidupan RAKYAT ‘banyak’ dan menyelamatkan Perekonomian Negara ini. Bukan sebaliknya!
Ketakberdayaan Negara dan sikap DIAM Pemerintah terhadap kekuatan dan kepentingan kelompok tertentu yang mengacaukan kerja-kerja Gerakan Koperasi adalah pengkianatan terhadap RAKYAT, Konstitusi UUD 1945, dan Dasar Negara Pancasila. Saya tegaskan di sini, Gerakan Koperasi Indonesia tak akan DIAM dan TERUS BERJUANG.
Saudara/I se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Demikian PIDATO ‘GERAKAN KOPERASI INDONESIA MENGGUGAT’ ini saya sampaikan secara terbuka kepada segenap komponen BANGSA sebagai PANGGILAN sekaligus KEWAJIBAN KONSTITUSIONAL untuk MELURUSKAN SEJARAH dan MENGAWAL ‘KEMURNIAN NILAI, PRINSIP, DAN CITA-CITA PERJUANGAN GERAKAN KOPERASI INDONESIA.’
Kepada segenap struktur dan anggota Gerakan Koperasi NKRI, saya mengucapkan SELAMAT HARI KOPERASI ke-75. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi, menuntun, dan membimbing usaha-usaha kita dalam melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 untuk mewujutkan Cita-Cita Bangsa dalam Sila Kelima Pancasila: ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’ – MELALUI KOPERASI!
DIRGAHAYU KOPERASI INDONESIA KE-75!
Jakarta, 12 Juli 2022
Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia
Dr. (Hc). H.A.M Nurdin Halid
mantap